Ethnomatematics Sebagai Jembatan
Ethnomathematics
merupakan ranah yang inovatif, berbasis riset, kolaborasi dan menggunakan
perspektif global. Ethnomathematics menggunakan budaya sebagai bahan dengan
harapan dapat mengubah perspektif dan memberikan referensi yang baik kepada
pendidik. Mengubah perspektif pendidik dengan ethnomathematics salah satunya
dengan mengubah pola pikir cara mengajar konvensional menjadi lebih inovatif.
Tetapi mengubah pola pikir pendidik di Indonesia yang masih konvensional agar
menjadi lebih inovatif dengan ethnomathematics bisa menjadi rumit karena
sejatinya budaya asli Indonesia adalah budaya tradisional.
Masyarakat
di Indonesia cenderung mengalami ambivalensi, akumulasi budaya Indonesia yang
tradisional melahirkan pola pikir termasuk dalam kegiatan belajar mengajar yang
tradisional juga. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ambivalensi
adalah perasaan tidak sadar yang
saling bertentangan terhadap situasi yang sama atau terhadap seseorang pada
waktu yang sama (http://kbbi.web.id/ambivalensi).
Masyarakat yang mengalami ambivalensi bisa jadi mempunyai sikap dari hasil
akumulasi budaya namun tidak sesuai dengan usianya. Contohnya seorang anak
kecil yang menirukan cara mengajar guru di sekolah yang hanya menggunakan
metode ceramah.
Paradigma
transfer ilmu yang masih tradisional di Indonesia berorientasi pada guru dan membuat
peserta didik menjadi kurang aktif di dalam kelas. Guru mencoba memberi
sebanyak-banyak bekal kepada perserta didik dan sumber ilmu utama bagi peserta
didik. Peserta didik hanya mencatat dan menerima informasi dari gurunya. Hal
ini dapat melemahkan intuisi peserta didik dalam menemukan solusi di
permasalahan matematika. Peserta didik dapat mengerti materi pelajaran namun
jika dihadapkan pada masalah dalam kehidupan sehari-hari peserta didik bisa
jadi merasa kesulitan.
Ethnomatematics
didefinisikan sebagai matematika yang digunakan oleh kelompok-kelompok
masyarakat/budaya, seperti masarakat kota dan desa, kelompok kelompok pekerja/buruh, golongan profesional, anak-anak pada usia tertentu,
masyarakat pribumi, dan masih banyak kelompok lain yang dikenali dari
sasaran/tujuan dan tradisi yang umum dari kelompok tersebut (D’Ambrosio, 2006).
Menggunakan ethnomathematics bisa menjadi solusi untuk mewujudkan pembelajaran
matematika yang bermakna. Karena prinsip ethnomathmatics sejalan dengan
pendekatan matematika realistik. Menurut Dolk (2006) pada pendekatan matematika realistik, kelas
matematika merupakan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika
melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Di sini matematika dilihat sebagai
kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan masalah. dengan
itu ethnomathematics diharapkan bisa menjadi jembatan antara budaya Indonesia
yang tradisional dengan cara mendidik yang inovatif. Dengan itu akan tercipta
suasana belajar yang baik karena peserta didik akan merasa materi yang
disampaikan relevan dengan kehidupan nyata karena pendekatan matematika
realistik.
DAFTAR PUSTAKA
Dolk, Maarten. 2006. Realistic
Mathematics Education. Makalah kuliah umum di Program Pascasarjana Universitas
Sriwijaya, Palembang, tanggal 29 Juli 2006.
U. D’Ambrosio.2006.Ethnomathematics: Link between
traditions and modernity (A. Kepple, Trans.).Rotterdam/Taipei: Sense
Publishers. (Original work published 2001), xi + 102 pp.
ISBN 90-77874-76-3 Paperback.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar