Selasa, 16 Februari 2016

Ethnomathematics Sebagai Jembatan

Ethnomatematics Sebagai Jembatan
Ethnomathematics merupakan ranah yang inovatif, berbasis riset, kolaborasi dan menggunakan perspektif global. Ethnomathematics menggunakan budaya sebagai bahan dengan harapan dapat mengubah perspektif dan memberikan referensi yang baik kepada pendidik. Mengubah perspektif pendidik dengan ethnomathematics salah satunya dengan mengubah pola pikir cara mengajar konvensional menjadi lebih inovatif. Tetapi mengubah pola pikir pendidik di Indonesia yang masih konvensional agar menjadi lebih inovatif dengan ethnomathematics bisa menjadi rumit karena sejatinya budaya asli Indonesia adalah budaya tradisional.
Masyarakat di Indonesia cenderung mengalami ambivalensi, akumulasi budaya Indonesia yang tradisional melahirkan pola pikir termasuk dalam kegiatan belajar mengajar yang tradisional juga. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ambivalensi adalah perasaan tidak sadar yang saling bertentangan terhadap situasi yang sama atau terhadap seseorang pada waktu yang sama (http://kbbi.web.id/ambivalensi). Masyarakat yang mengalami ambivalensi bisa jadi mempunyai sikap dari hasil akumulasi budaya namun tidak sesuai dengan usianya. Contohnya seorang anak kecil yang menirukan cara mengajar guru di sekolah yang hanya menggunakan metode ceramah.
Paradigma transfer ilmu yang masih tradisional di Indonesia berorientasi pada guru dan membuat peserta didik menjadi kurang aktif di dalam kelas. Guru mencoba memberi sebanyak-banyak bekal kepada perserta didik dan sumber ilmu utama bagi peserta didik. Peserta didik hanya mencatat dan menerima informasi dari gurunya. Hal ini dapat melemahkan intuisi peserta didik dalam menemukan solusi di permasalahan matematika. Peserta didik dapat mengerti materi pelajaran namun jika dihadapkan pada masalah dalam kehidupan sehari-hari peserta didik bisa jadi merasa kesulitan.
Ethnomatematics didefinisikan sebagai matematika yang digunakan oleh kelompok-kelompok masyarakat/budaya, seperti masarakat kota dan desa, kelompok kelompok pekerja/buruh, golongan profesional, anak-anak pada usia tertentu, masyarakat pribumi, dan masih banyak kelompok lain yang dikenali dari sasaran/tujuan dan tradisi yang umum dari kelompok tersebut (D’Ambrosio, 2006). Menggunakan ethnomathematics bisa menjadi solusi untuk mewujudkan pembelajaran matematika yang bermakna. Karena prinsip ethnomathmatics sejalan dengan pendekatan matematika realistik.  Menurut Dolk (2006) pada pendekatan matematika realistik, kelas matematika merupakan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Di sini matematika dilihat sebagai kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan masalah. dengan itu ethnomathematics diharapkan bisa menjadi jembatan antara budaya Indonesia yang tradisional dengan cara mendidik yang inovatif. Dengan itu akan tercipta suasana belajar yang baik karena peserta didik akan merasa materi yang disampaikan relevan dengan kehidupan nyata karena pendekatan matematika realistik.

DAFTAR PUSTAKA
Dolk, Maarten. 2006. Realistic Mathematics Education. Makalah kuliah umum di Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Palembang, tanggal 29 Juli 2006.

U. D’Ambrosio.2006.Ethnomathematics: Link between traditions and modernity (A. Kepple, Trans.).Rotterdam/Taipei: Sense Publishers. (Original work published 2001), xi + 102 pp. ISBN 90-77874-76-3 Paperback.